Trauma Bukan Jalan untuk Perilaku Buruk

Percayalah, setiap orang pada dasarnya baik. Orang yang kesakitan dengan trauma yang belum selesai mungkin menunjukan sikap buruk karena ia bertindak dalam mode bertahan. Seringkali ia jadi impulsif, menyakiti, dan putus asa. Bagaimana tidak, bayangkan saja seekor kucing ketakutan karena ulah manusia yang memukulnya dengan sapu. Ia tentu menggeram bahkan menggigit sebagai tanda "jangan dekati aku." Begitupun kita sebagai manusia. Kita melakukan hal yang sama ketika merasa terancam. 

Namun trauma bukanlah jalan untuk perilaku buruk. Kita semua bertanggung jawab untuk menjalani peran yang kita punya. Jika perilaku seseorang tidak baik, maka peran kita adalah melindungi diri kita sendiri. Disinilah kita butuh arahan untuk tetap bersikap sesuai koridor. Agar luka yang kita terima tidak menimbulkan luka baru bagi orang lain. 

Namun, ya, seperti yang kita rasakan, penyembuhan itu sulit. Menjadi versi terbaik bagi diri sendiri saja tidak mudah. Saat dimana kita mencoba menyembuhkan luka, kita justru harus berhadapan dengan luka-luka yang muncul seperti "minumlah lebih banyak lagi" meski kita sudah kembung.. atau "buatlah mereka menjauh" meski kita sangat ingin dipeluk.. bahkan "rasanya aku ingin mati" meski kita takut akan rasa sakit, hal-hal semacam itu; hal-hal yang tanpa sadar membuat kita terputus dari kehidupan. 

Satu-satunya cara untuk keluar dari masalah adalah hadir untuk diri kita sendiri. Ketika kita merasa sakit hati saat ditolak, ingatkan diri kita bahwa kita yang akan menjaganya, kita yang akan membuatnya aman. Ketika kita merasa sedih akan sesuatu yang tidak terjadi, tangisilah karena kita tidak berhasil mendapatkannya, itu sesuatu yang normal. Atau ketika kita menyesal sudah menyakiti seseorang tanpa sengaja, maafkanlah kesalahan itu dengan berjanji untuk tidak melakukannya lagi. Karena setiap orang punya masa lalu, dan diri kita yang sekarang bukanlah masa lalu itu.